Komodo jatuh cinta part 8

Daftar Isi



Beberapa Hari Kemudian...

Setelah drama naga dan sambel tempe di panggung sekolah, gue kira hidup gue bakal balik normal. Tapi kayaknya ekspektasi gue ketinggian.

Hari ini, gue dateng ke sekolah dengan penampilan super low profile. Gue pake jaket over size., celana training kumel, kaos partai , sama sandal jepit. Plus helm tukang las. Konsep gue: makin nggak menarik, makin aman.

Begitu sampe kelas, suasananya udah aneh. Semua mata tertuju ke gue. Di meja gue, ada sebuket bunga mawar merah yang kayaknya lebih mahal dari uang jajan gue sebulan.

Siapa lagi, nih?" gue bergumam sambil ngedeketin meja.

Tiba-tiba Supirmin muncul dari belakang papan tulis. Dia pake jas putih lengkap dengan dasi kupu-kupu dan... topi chef?

"Pangeran ade! Kamu suka bunganya? Itu aku pesen khusus dari Eropa!"

"Eropa? Yang bener aja, Min."

"Iya, Eropa... Eropa Tanah Abang. Yang penting niatnya, kan?"

Gue elus dada. Temen-temen di kelas mulai cekikikan. Gue tahu, buat mereka ini hiburan gratis tiap hari.

Tapi tiba-tiba, Yanita berdiri dari kursinya. Dia melangkah maju dengan tatapan yang nggak biasa.

"Supirmin, lo nggak capek ngejar-ngejar Ade terus?"

Supirmin ngelirik Yanita. "Aku nggak akan capek! Cinta itu butuh perjuangan, Nita! Bahkan kalau harus ngelawan naga kayak kemarin!"

Yanita senyum tipis. "Kalau gitu, gimana kalau kita bertanding aja? Siapa yang lebih pantas buat Ade?"

Seketika kelas jadi heboh. Gue langsung nyamperin Yanita. "Eh, lo ngapain sih, Nita? Jangan bikin ribut!"

Yanita tetep tenang. "Ade, gue nggak mau lo terus-terusan dipepet sama Supirmin. Kita harus cari cara biar dia ngerti."

Supirmin maju selangkah. "Baik! Aku terima tantangannya! Ayo kita bertanding! Permainannya apa?"

Gue ngangkat tangan. "Stop! Gue nggak setuju sama ide ini!"

Tapi kayaknya suara gue kalah sama euforia kelas yang udah kayak pasar malam.

Bu Husna, yang baru masuk kelas, ngeliat kegaduhan ini. "Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?"

Salah satu temen gue dengan antusias cerita soal tantangan antara Yanita dan Supirmin. Bukannya ngelarang, Bu Husna malah bilang, "Baiklah, kita jadikan ini bagian dari pelajaran seni. Kalian boleh adu bakat, dan biar seluruh kelas yang jadi juri."

Gue hampir pengen pingsan. "Bu... serius, Bu?"

"Tentu saja. Ini bagus untuk melatih ekspresi seni kalian!"

Gue ngeliat Yanita dan Supirmin udah saling tatap. Ini bakal jadi hari yang panjang.

---

Pertandingan Dimulai...

Bu Husna ngasih waktu setengah jam buat mereka siap-siap. Yanita duduk tenang sambil nyiapin cat air dan kanvas. Gue nggak ngerti dia mau ngapain, tapi setidaknya aman.

Sementara itu, Supirmin ngeluarin set peralatan masak dari tasnya. Gue nggak tahu dia bawa itu semua dari mana, tapi yang jelas dia udah siap buat demo masak di tengah kelas.

Yanita mulai lukisannya. Gerakannya tenang, fokus, dan kelihatan profesional. Tiap kali kuasnya nyentuh kanvas, hasilnya langsung berbentuk.

Di sisi lain, Supirmin udah nyalain kompor portabel. Wangi sambel tempe khasnya mulai tercium di seluruh ruangan. Dia bahkan pake apron pink bertuliskan "Chef Cinta Pangeran Ade."

Temen-temen kelas gue mulai terpecah jadi dua kubu. Kubu seni lukis dan kubu kuliner. Gue cuma bisa duduk di pojokan, berharap bisa menghilang.

---

Hasil Akhir...

Setengah jam berlalu, Bu Husna akhirnya mempersilakan mereka menampilkan hasilnya.

Yanita maju duluan. Dia ngasih lihat lukisannya: sebuah pemandangan alam dengan danau tenang dan dua burung kecil yang duduk berdampingan di atas ranting. Lukisannya cantik dan penuh makna.

"Lukisan ini melambangkan kedamaian. Kadang, cinta nggak perlu teriak-teriak. Cukup duduk bareng dan menikmati waktu bersama," Yanita menjelaskan dengan lembut.

Semua anak di kelas bertepuk tangan. Gue nggak nyangka Yanita bisa seartistik itu.

Lalu giliran Supirmin. Dia maju dengan nampan besar berisi sambel tempe. Tapi kali ini dia kasih twist.

"Aku menyajikan 'Sambel Tempe Pelangi'. Warna-warninya menggambarkan cinta yang penuh kejutan. Dan pedasnya... kayak perjuangan hidup yang nggak selalu manis," katanya sambil ngedipin mata ke gue.

Bu Husna nyoba duluan, dan reaksinya langsung bikin semua orang penasaran. "Pedas! Tapi enak!"

Anak-anak kelas ngantri buat nyobain. Gue pengen ngumpet, tapi Supirmin udah nyodorin sendok penuh sambel tempe ke mulut gue.

Rasanya... luar biasa. Pedes, manis, gurih, semuanya bercampur jadi satu. Gue nggak tahu apakah itu perasaan cinta atau cuma lidah gue yang kebas.

---

Pengumuman Pemenang...

Bu Husna akhirnya berdiri di depan kelas. "Baik, setelah mempertimbangkan ekspresi seni dan rasa, ibu akan umumkan pemenangnya..."

Gue tahan napas.

"Pemenangnya adalah... Yanita dan Nikita ! Kalian berdua punya kelebihan masing-masing, jadi tidak ada yang kalah."

Kelas meledak dengan tepuk tangan. Gue bingung, ini artinya apa?

Supirmin langsung meluk Yanita. "Kalau gitu, kita bisa sama-sama sayang Ade, ya?"

Yanita nyengir. "Gue nggak keberatan, asal lo nggak nyodorin sambel tempe tiap hari."

Gue cuma bisa bengong kayak sapi ompong. Sepertinya, drama cinta gue malah berubah jadi... persahabatan absurd?

Dan di tengah kegilaan ini, Bu Husna senyum penuh arti. "Bagus sekali. Inilah esensi seni, saling memahami tanpa harus ada yang tersakiti."

Gue cuma bisa berharap, abis ini nggak ada lagi lomba-lomba aneh buat memperbutkan hal yg penting. Tapi kayaknya, berharap itu terlalu tinggi buat kondisi gue sekarang.


Setelah acara kompetensi itu. 

Bu husna mengumumkan bahwa besok class meeting sudah selesai....

Dan kelas 6 akan mengadakan pembagian ijasah di sekolah. 



TO BE CONTINUED...


Posting Komentar